Thursday 22 January 2015

[Muslimtainment Series]: Waheshna Ya Rasulallah!


English translation:
I've seen so many people whose only wish was to live
Their whole lives next to you, and still it wouldn't be enough
The most enjoyable life is worthless in my eyes
Unless it was with you, O Messenger of Allah

[Chorus]
We miss you, O Messenger of Allah
O our master! By Allah, our longing for you is overflowing
And no matter how long our separation lasts
Muhammad, by Allah I long for you!
Muhammad, my heart sends salutations upon you

I've questioned for so long, tell me how could this be?
How could we love someone whom our eyes have never seen?

* * * * * * * * *

Pernah suatu ketika Rasulullah s.a.w. bersama sahabat-sahabatnya yang mulia termasuk yang paling setia yakni Abu Bakr as-Siddiq, terbit satu conversation antara baginda dengan Abu Bakr.

"Wahai Abu Bakr, aku begitu rindu hendak bertemu dengan ikhwanku (saudara-saudaraku)," sabda Rasulullah.

"Apakah maksudmu berkata demikian, wahai Rasulullah? Bukankah kami ini ikhwanmu?" tanya Abu Bakr.

"Kami juga ikhwanmu, wahai Rasulullah," kata seorang sahabat yang lain pula.

Rasulullah menggeleng-gelengkan kepala perlahan-lahan sambil tersenyum. Kemudian baginda bersabda,
"Ikhwanku adalah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku dan mereka mencintai aku melebihi anak dan orang tua mereka. Mereka itu adalah ikhwanku dan mereka bersama denganku. Beruntunglah mereka yang melihatku dan beriman kepadaku, dan beruntung juga mereka yang beriman kepadaku sedangkan mereka tidak pernah melihatku." [HR Muslim]
* * * * * * * * *

If he is truly dear to you
Follow him, and in Paradise you will be with him

*chorus

For my longing has increased manifold in my heart
And my tears have filled my eyes
For so many years my biggest dream has been
To visit the Chosen One even just once

*chorus

* * * * * * * * *

Seorang lelaki datang kepada Rasulullah s.a.w. dan bertanya:
"Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang mencintai suatu kaum/golongan namun dia belum dapat bertemu dengan mereka?"

Rasulullah menjawab:
"Seseorang itu akan bersama dengan orang yang dicintai."
[HR Muslim]


Dalam sebuah hadith yang lain, seorang Arab Badwi bertanya kepada Rasulullah:
"Bilakah kiamat itu?"

Rasulullah bersabda:
"Apa yang telah kamu persiapkan untuk menghadapinya?"

Lelaki itu menjawab:
"Cinta Allah dan Rasul-Nya."

Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Kamu akan bersama orang yang kamu cintai."
[HR Muslim]


Hisyam bin Rosdi Amir pernah bertanya kepada Aisyah r.a. tentang akhlak Rasulullah s.a.w.
Aisyah menjawab:
"Akhlak Nabi s.a.w. ialah Al-Quran."
[HR Muslim]

Nah, sedang kita mengaku mencintai dan merindui Rasulullah, isn't it only logical untuk kita mentadabbur (mengkaji) Al-Quran?

Because when we do, insya-Allah we'll understand and imitate how Rasulullah had never simply trust any news/gossip without doing any investigation [tabayyun, rujuk 49: 6]. Or the fact that the Prophet does not belittle others [49: 11]. Atau bagaimana Rasulullah mengambil berat tentang perihal hutang [rujuk 2: 282]. Dan bermacam-macam lagi.

In fact, in the Quran there are even instructions on how to become a good doctor, or an electrical engineer, or which fish is the best ingredient to make sushi. Yes, I kid you not. Although such topic will not be discussed in this particular post. Another time, insya-Allah.

Muhasabah diri kita. Betapa kita mengambil begitu banyak perhatian menyusun jadual seharian kita untuk memuatkan tajuk-tajuk mata pelajaran yang perlu diulangkaji. Namun, adakah kita memuatkan masa untuk tadabbur, apatah lagi membaca tilawah Al-Quran?

Start today. If not one juz, then one page. If not one page, then one ayat. If not one ayat, then one huruf. Bahkan bukankah Rasul yang kita semua cinta dan rindui juga yang habaq, bahawa walaupun satu huruf pun diberikan pahala oleh Allah?

Because when we tadabbur, isn't it that we're listening to Him? :)
Waheshna ya Rasulallah!


Saturday 3 January 2015

Fitnah yang Hanya Mampu Dihadapi Seorang Nabi

Sahabat sekalian,
Saya membayangkan hidup bersama Rasulullah dan para sahabatnya ketika Perang Hunain. Firman Allah,
"Dan (ingatlah) peperangan Hunain, iaitu ketika kalian menjadi bangga kerana banyaknya jumlah kalian, tetapi itu sama sekali tidak berguna bagi kalian..." (Surah At-Taubah [9]: 25)
Akhir dari peperangan itu, kaum muslimin pulang dengan membawa kemenangan yang semata-mata atas pertolongan Allah. Kemudian mereka membahagikan ghanimah (harta rampasan perang). Harta itu dibahagikan terutamanya kepada para tokoh kabilah yang baru saja masuk Islam, dengan bahagian yang lebih besar bertujuan untuk melunakkan hati mereka. Bahkan Nabi s.a.w. memberikan puluhan unta kepada setiap seorang daripada mereka.

Saat itu kaum Ansar tidak mendapat bahagian, kerana ghanimah hanya diberikan kepada orang-orang Quraisy dan kabilah-kabilah setempat. Maka timbullah di hati sahabat Ansar keraguan dan pelbagai sangkaan. Muncullah desas-desus antara mereka, serta perasaan tersinggung, sehingga terlontar ungkapan dari mulut mereka,
"Sungguh Rasulullah hanya memberikan (unta-unta itu) kepada orang-orang Quraisy, sedangkan kepada kami tidak (diberi). Padahal, pedang-pedang kami masih berlumuran darah musuh. Semoga Allah mengampuni kekeliruan beliau." 
"Demi Allah, Rasulullah telah berpihak pada kaumnya!"
Sahabat sekalian,
Sejenak kita berhenti dan berfikir. Bagaimana mungkin orang-orang Ansar memiliki perasaan dan sangkaan negatif terhadap Rasul, padahal mereka adalah orang-orang yang terawal dan terdepan dalam Islam? Bagaimana mungkin mereka saling bergosip hingga muncul ucapan bernada miring, padahal mereka baru saja kembali dari Perang Hunain, bahkan darah yang mengalir dari luka mereka pun masih segar? Bagaimana mungkin, padahal mereka telah berperang dengan senjatanya, membela Islam dengan mengorbankan harta dan meninggalkan keluarga demi perjuangan?

Clearly, this was a serious and dangerous case. Tiada seorang pun sahabat yang menduga kes ini akan muncul, namun kenyataannya hal itu benar-benar terjadi dan -sangat mungkin- akan terus berulang pada generasi seterusnya, sepanjang zaman. Sungguh, kes yang rumit ini lebih berbahaya daripada apa yang berlaku dalam Perang Hunain sendiri. Mengapa? Kerana Perang Hunain ialah peperangan antara kaum mukminin dengan kaum kafir. Dalam kondisi seperti ini, semangat kaum mukminin berkobar, ikatan ukhwah dan kasih-sayang antara mereka semakin kuat, dan pengorbanan untuk membela agamanya semakin besar. Manakala dalam kes yang sulit ini, ia dapat -bila tiada pertolongan Allah- memicu peperangan antara kaum mukminin sendiri, meski di tengah-tengah mereka ada Rasulullah.
"Bagaimana kalian (sampai) menjadi kafir, padahal telah dibacakan ayat-ayat Allah kepada kalian, dan dalam kalangan kalian ada Rasulullah?" (Surah Ali Imran [3]: 101)
Fitnah-fitnah ini hanyalah sebuah miniatur sebuah kejahatan, dan Allah Yang Maha Bijaksana serta Maha Agung-lah yang dapat memadamkannya. Ia fitnah yang hanya menimpa Nabi.

Maka Sa'ad ibn Ubadah datang menghadap Rasulullah seraya berkata, "Wahai Rasulullah, ada sebahagian kaum Ansar yang hatinya muncul keraguan tentang pembahagian harta rampasan perang yang telah engkau putuskan. Engkau berikan kepada kaummu dan engkau berikan kepada kabilah-kabilah Arab dengan pembahagian yang besar. Manakala kelompok Ansar tidak mendapat sedikit pun daripada itu."

Rasulullah bersabda, "Wahai Sa'ad, kamu sendiri berada di pihak mana?"
Sa'ad menjawab, "Saya hanyalah sebahagian dari kaum saya."
Kemudian Rasul mengatakan, "Kumpulkan kaummu di tempat ini."

Ini ialah peristiwa baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sa'ad ibn Ubadah -seorang tokoh Ansar- pergi menghadap Rasul untuk menyampaikan persoalan ini dengan jelas, terus terang, amanah, dan berani. Hinggakan Rasul bertanya, "Wahai Sa'ad, kamu sendiri berada di pihak mana?"
Sa'ad menjawab, "Saya hanyalah bahagian dari kaum saya."

Akhlak yang semakin 'rare'. Rujuk surah Al-Hujurat [49].

Tokoh Ansar ini tidak berdiam diri terhadap kes yang dialami kaumnya, juga tidak mencacinya, apalagi mencari muka di hadapan Rasulullah dengan menjelek-jelekkan mereka. Bahkan dengan sikap solidariti terhadap mereka, tokoh ini mengatakan "Saya hanyalah bahagian dari kaum saya." Sungguh, ini ialah sikap jantan dan kesatria yang mampu menggoncang jiwa.

Setelah mereka berkumpul, Sa'ad mendatangi Rasulullah seraya berkata, "Sekelompok sahabat Ansar telah berkumpul memenuhi seruanmu dan tiada seorang pun tertinggal."

Rasul mendatangi mereka sambil bertahmid kepada Allah dan berterima kasih kepada Sa'ad, kemudian bersabda,
"Wahai sahabat Ansar, saya telah mendengar bahawa dalam hati kalian muncul segumpal perasaan yang meragui tindakanku membahagikan harta rampasan perang.Wahai kaumku, bukankah aku datang kepada kalian saat kalian tersesat, lalu Allah tunjukkan jalan kepada kalian?Aku datang kepada kalian saat kalian melarat, lalu Allah berikan kekayaan kepada kalian?Aku datang kepada kalian saat kalian saling bermusuhan, lalu Allah satukan hati kalian?"
Mereka serentak menjawab, "Benar, Allah dan Rasul-Nya yang telah memberikan kurnia dan anugerah."

Rasul bertanya, "Mengapa kalian tidak mahu menjawab pertanyaanku wahai kaum Ansar?"
Mereka menjawab, "Apa lagi yang harus kami jawab wahai Rasulullah? Anugerah dan kurnia hanyalah milik Allah dan Rasul-Nya!"

Kemudian Rasul s.a.w. bersabda,
"Sungguh demi Allah, seandainya kalian mahu, kalian dapat mengatakan kepadaku, dan kalian benar adanya. Kalian akan mengatakan, 'Engkau datang kepada kami dalam kondisi didustakan, lalu kami membenarkanmu. Engkau datang kepada kami dalam keadaan terabaikan, lalu kami menolongmu. Engkau datang kepada kami dalam keadaan menderita, lalu kami menampungmu. Dan engkau datang kepada kami dalam keadaan sengsara, lalu kami membantumu.' "

Saudara sekalian,
Baginda seorang rasul mulia yang dapat menyelami hati para sahabatnya dengan kaedah kenabian yang penuh kejujuran dan tawadhu' (merendah diri). Suatu cara yang tidak dicemari oleh debu kesombongan dan keegoan.

Bahkan pernahkah anda mendengar di dunia ini orang yang dapat memadamkan situasi panas dengan kasih sayang dan keakraban? Pernahkah anda mendengar di dunia ini seseorang yang berkata tentang dirinya, 'Engkau datang kepada kami dalam kondisi didustakan, lalu kami membenarkanmu. Engkau datang kepada kami dalam keadaan terabaikan, lalu kami menolongmu. Engkau datang kepada kami dalam keadaan menderita, lalu kami menampungmu. Dan engkau datang kepada kami dalam keadaan sengsara, lalu kami membantumu.' ?
Nah, tidak pernah ada kecuali seorang Nabi yang paling mulia dan tawadhu'!
"(Rasul yang) amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin..." (Surah At-Taubah [9]: 128)
Dialah seorang manusia agung yang pernah tampil di pentas dunia ini. Baginda tidak menunjukkan sikap permusuhan atau sikap membela diri, apatah lagi baginda tidak sewenangnya mengungkit-ungkit dengan ayat "apa lagi cina, eh korang mahu?"

Tetapi baginda justeru menjelaskan sebagaimana anjuran Allah,
"Serulah (manusia) ke jalan Tuhan-Mu dengan cara yang bijaksana dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik." (Surah An-Nahl [16]: 125)
Dan adakah cara yang lebih baik daripada membalut luka dengan menyatukan hati, menarik kebahagiaan, menumbuhkan jiwa yang bersih, dan menyuburkan kasih sayang?


Seterusnya Rasulullah bersabda,
"Wahai sahabat Ansar, apakah kalian dapatkan dalam diri kalian kecintaan akan sepotong dunia yang saya gunakan untuk melunakkan hati suatu kaum sehingga mahu masuk Islam, sedangkan saya sudah tidak meragukan lagi keIslaman kalian?"
Dengan nasihat ini, Rasulullah ingin memotivasi iman orang-orang Ansar dan mengingatkan masa lalu mereka yang cemerlang. Dengan cara ini, baginda mengingatkan mereka yang lupa bahawa prinsip jihad itu membebaskan manusia daripada kegelapan menuju cahaya dan menarik mereka ke arah Islam. Oleh itu, Rasul memberikan sedikit ghanimah dengan harapan dapat melunakkan hati suatu kaum yang baru mengenali Islam, agar masuk Islam dan bertambah keimanannya. Itulah sebenarnya tujuan sikap baginda. Tujuan dakwah adalah untuk menyelamatkan manusia. Harta ghanimah -berapa pun nilainya- hanyalah secuil dunia. Apa yang di sisi Allah lebih baik dan abadi.

#swag
Seorang mukmin harus ingat kembali prinsip tersebut saat ia mengaku "Allah adalah tujuan kami." Sesungguhnya inilah makna ungkapan Rasulullah, "Saya percaya keIslaman kalian!"
Baginda percaya akan pemahaman dan kesedaran iman para sahabat yang utuh.

Selanjutnya Rasulullah mengatakan,
"Wahai sahabat Ansar, apakah kalian tidak rela bila orang lain pergi membawa kambing dan unta, sedangkan kalian pulang membawa Rasulullah?"
Sungguh suatu sentuhan ruhiyah yang menyentuh dan membekas di jiwa. Orang lain pulang dengan membawa sepotong dunia yang fana, sedangkan yang lain pulang dengan disertai makhluk yang tercinta di sisi Allah, iaitu Muhammad Rasulullah!

Alangkah terhormatnya yang mendapat bahagian ini! Alangkah bangga dan mulianya mereka! Bahkan setelah itu, mereka masih mendapat syafaat dan kebersamaan dengan Rasulullah di hari Kiamat nanti!


Seterusnya Rasulullah bersabda,
"Demi Zat yang jiwaku di tangan-nya, seandainya tidak ada hijrah nescaya saya adalah salah seorang dari kaum Ansar. Seandainya seluruh manusia menempuh jalan di suatu lereng bukit dan kaum Ansar menempuh jalan di lereng bukit yang lain, saya akan melalui lereng bukit bersama orang-orang Ansar. Ya Allah, rahmatilah sahabat Ansar, anak-anak, dan cucu-cucu mereka."

Mendengar itu semua, menangislah mereka hingga janggut mereka basah dengan air mata, Antara sedu-sedan itu mereka berkata, "Kami rela mendapat bahagian iaitu Rasulullah s.a.w.!"

Ungkapan Rasulullah ini pada hakikatnya ditujukan kepada seluruh umat manusia. Suatu ungkapan yang membasahi jiwa dan menyentuh perasaan. Rasul mengutamakan kaum Ansar atas kaum lain kerana jasa, perlindungan, dan pertolongan mereka. Alangkah bahagianya bila waktu itu kita termasuk antara mereka. Adakah keinginan yang lebih daripada itu? Seandainya kaum Ansar menginfaqkan semua yang ada di muka bumi ini, sungguh hal itu tidak dapat mencapai ketinggian darjat seperti "menara" ini, atau kebanggaan dan keberhasilan mendapat syurga serta keredhaan Allah.


Apa yang dilakukan Rasulullah ialah dalam rangka mencerahkan nasib umat manusia dengan sebuah terapi. Sungguh suatu terapi yang bersifat memadukan bukan memisahkan, membangun bukan merobohkan, menambah kecintaan dan kedekatan, mengalahkan godaan-godaan hawa nafsu, dan mengangkat manusia ke arah darjat aqidah dan tujuan yang tinggi. Suatu terapi yang jelas-jelas dalam rangka merealisasikan cita-cita tertinggi dengan berdirinya daulah Islamiyah yang selalu mengibarkan panji Al-Quran.

Allahumma sholli 'ala Muhammad wa sallim.
Sungguh, kami rindukan engkau ya Rasulullah!

"Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku pada hari Kiamat ialah orang yang paling banyak berselawat kepadaku." [HR An-Nasa'i & Ibn Hibban]